Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sigit Pamungkas mengatakan gerakan civil societysemakin menunjukan pengaruhnya, dalam peta perpolitikan nasional. Menurutnya, gerakan masyarakat sipil tersebut, dinilai semakin menonjol, khususnya dalam mengutarakan calon-calon pemimpin.
Pelaksanaan Pemilu 2014 pun, lanjutnya, bisa berubah dengan adanya desakan dan dorongan dari civil society. Contoh nyata, adalah evaluasi kerja sama KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
“Jadi kalau civil society cerdas, mereka enggak berani. Kalau sivil society ignore (abai), mereka akan jalan. Dengan semakin besarnya desakan dan kekuatan civil society, pelaksanaan pemilu bisa diselamatkan dari tangan-tangan yang ingin bermain kotor, untuk meraih kekuasaan,” kata Sigit dalam sebuah diskusi, kemarin.
Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra mengatakan, dibandingkan dengan negara lain, pelaksanaan pemilu di Indonesia telah memenuhi kategori baik. Segala asas dan prinsip yang dipegang dan berstandar internasional telah menjadi pedoman pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Kata dia, bila dikaitkan dengan penyelesaian sengketa pemilu, di sinilah kelemahan di Indonesia. Sesuatu yang menarik dan akan ditunggu katanya, kepastian persetujuan dewan terkait pembentukan pengadilan khusus yang saat ini masih berseteru.
“Secara keseluruhan KPU sebagai penyelenggara pemilu telah menunaikan tugasnya dengan baik,”katanya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti berpendapat, pemilu sekarang menganut sistem pasar bebas, dimana yang punya uang banyak yang menang.
Ray berharap, DPR bisa mengevaluasi sistem yang ada dengan tetap memberi ruang kepada kader yang tidak punya modal tetapi memiliki kemampuan idealisme dan kapasitas.
“Sistem campuran itu menarik tetapi harus benar-benar kajian yang matang dan mendalam. Jangan sampai menimbulkan keguncangan politik tegasnya. SIS. Sumber Suara Karya, 29 April 2016 Halaman: 3 Kolom: 3-5
(kpu.go.id)